Sabtu, 06 Juni 2015

WAYANG TOPENG MALANG DAN MADURA (TUGAS TAMBAHAN)



WAYANG TOPENG MALANG dan
 MADURA

Wayang Topeng adalah wayang yang dimainkan oleh orang dengan menggunakan topeng yang menutupi wajah.Wayang Topeng ini dimainkan dengan iringan gamelan dan tari-tarian.Wayang Topeng ini selain ditampilkan dalam pagelaran budaya, biasanya juga digunakan dalam  pesta perkawinan untuk menghibur para tamu undangan sekitar 20 sampai 30 menit dalam pementasannya.
Wayang Topeng dalam budaya jawa  mempunyai perkembangan yang beragam, baik sebagai pertunjukan ritual ataupun sebagai seni pertunjukan. Semula topeng adalah benda yang wujudnya sebagai peniruan wajah leluhur, yaitu orang yang telah meninggal dunia, seperti kepala keluarga,marga, kepala suku, atau pangeran-pangeran dari kerajaan masa lalu. Keterkaitan topeng dengan roh leluhur. Pada dahulu kala ada tradisi yang membawa topeng-topeng milik penari tertentu ke makam khusus (Pundhen) untuk mendapatkan magis, aktivitas itu bagi masyarakat setempat disebut ‘stren’.
WAYANG TOPENG MALANG

Malang adalah salah satu Kota di Jawa Timur yang memiliki beragam kesenian, salah satu Kesenian Tradisional Malang yang cukup populer adalah Wayang Topeng, sesuai namanya Wayang ini dimainkan oleh orang yang wajahnya ditutupi oleh topeng dengan diiringi oleh alunan Gamelan dan Tari-tarian. Kesenian Wayang Topeng Malangan ini menjadi salah satu dari 8 Kesenian Jawa Timur yang ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Nasional oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Penyajian Wayang Topeng Malang biasanya membawakan lakon-lakon Panji (Siklus Panji/Roman Panji) yakni Malat, Wasing, Wangbang-Wideha dan Kisah Angraeni (Zoetmulder [1974] terjemahan Dick Hartoko, 1983:532-539). mula-mula tata urutan penyajian diawali dengan Gending Giro dengan terlebih dahulu menabuh gending eleng-eleng, Krangean, Loro-loro, Gending Gondel dan terakhir adalah Gending Sapu Jagad, selanjutnya adalah Pembukaan yang menampilkan Tari Beskalan Lanang (Topeng Bangtih), kemudian secara berturut-turut dilanjut dengan Jejer Jawa (Kediri), Perang Gagal (Selingan Tari Bapang), Adengan Gunungsari-Patrajaya, Adegan Jejer Sabrang (Klana Sewandana) dan Adegan Perang Brubuh dan Bubaran (Supriyanto & Adipramono, 1997:4).

Dalam Sejarahnya, Wayang Topeng Malangan bisa dikatakan sebagai Tradisi Budaya dan Religiusitas Masyarakat Jawa yang diketahui telah ada sejak sekitar abad ke-8 M atau jaman Kerajaan Kanjuruhan dalam pimpinan Raja Gajayana, yang mana Topeng merupakan bagian dari acara persembahyangan dan terbuat dari batu, kemudian Topeng dikontruksi menjadi seni tari pada masa Raja Erlangga, dalam buku Henri supriyanto pada awalnya Tari Wayang Topeng ini dihadirkan dengan pola pikir india mengingat perkembangan sastra pada waktu itu di dominasi oleh sastra india, juga dikarenakan nenek moyang masyarakat jawa pada masa itu masih menganut Agama Hindu Jawa, wayang topeng juga mengambil cerita-cerita dari India, seperti kisah-kisah Mahabarata dan Ramayana. Wayang Topeng ini dipakai media komunikasi antara kawulo dan gusti, antara raja dan rakyatnya.
Perubahan Cerita-cerita dalam Wayang Topeng Malang bermula di jaman Kertanegara di Singasari, pada waktu itu cerita yang diambil dialihkan ke Cerita-cerita Panji yakni mengisahkan kepahlawanan dan kebesaran kesatria-kesatria Jawa, terutama masa Jenggala dan Kediri. beralihnya Cerita di dalam Wayang Topeng ini adalah sebagai bentuk identitas kebesaran raja-raja yang pernah berkuasa di tanah jawa, adapun rekontruksi Cerita Panji oleh Singosari adalah suatu kebutuhan untuk membangun legitimasi kekuasaan Singasari yang mulai berkembang.
Wayang Topeng Malangan berkembang pesat hingga Masa Kerajaan Majapahit sampai Ketika Agama Islam masuk ke Pulau Jawa, dimana pembawaannya kembali berubah dan lebih difokuskan sebagai media dakwah dengan menampilkan cerita-cerita islam. Sunan Kalijaga pada masa Kerajaan Demak telah menciptakan topeng yang mirip dengan wayang Purwa ada tahun 1586 (Sumintarsih dkk, 2012: 27). Topeng oleh Raden Wijaya digunakan sebagai media rekonsiliasi antara Kediri, Singosari, dan Majapahit dalam merebut kekuasaan.
Pasang surut pun mengiringi perjalanan Kesenian Wayang ini, hingga pada akhir abad XVIII tercatat adanya Wayang Topeng yang dipertunjukkan di Pendapa Kabupaten Malang, yaitu waktu pemerintahan Bupati Malang A.A. Surya Adiningrat atau Raden Bagoes Muhamad Sarib yang memerintah tahun 1898-1934 (Pigeaud, 1938,Supriyanto & Adi Pramono, 1997, Onghokham,1972). Pigeaud pada kisaran tahun 1930 telah mencatat beberapa perkumpulan Wayang Topeng yang ada di Jawa, salah satunya adalah Wayang Topeng di daerah Malang selatan yakni di Desa Senggreng, Jenggala, Wijiamba dan Turen.
Sedikitnya jumlah Seniman Pengukir Topeng waktu itu menjadikan kontak antar perkumpulan tetap terjalin karena tidak semua perkumpulan wayang topeng mempunyai pengukir topeng. beberapa nama pengukir wayang yang dikenal waktu itu adalah Yai Nata (Dusun Slelir), Mbah Reni (Malang Utara) dan Mbah Wiji (Malang Selatan). Pada tahun 1950-an muncul pengukir topeng bernama Kangseng dari Dusun Jabung. Sementara Karimoen dari Dusun Kedungmonggo mulai dikenal masyarakat luas sebagai pengukir topeng sejak tahun 1970-an (Murgiyanto,Sal. 1982/1983)
Kesenian wayang topeng Malangan menyebar ke daerah Malang Utara meliputi Polowijen, Jatimulyo, Kalisurak. Malang Timur meliputi Jabung, Precet, Pucungmangsa, Wangkal, Glagahdewa, Gubugklakah, Jambesari, Cada. Malang Selatan meliputi Pojok, Gedog, Undaan, Pagelaran, Kedungmonggo, Jenggala, Senggreng, Jatiguwi, Jambuer, Kopral, Pujiombo

Topeng Dalang Madura

Menurut kisah para seniman topeng dalang Madura, baik dari Bangkalan, Sampang dan Pamekasan, kesenian topeng dalang ini berasal dari Keraton Jambringan (Jambringen) yang berada di kecamatan Proppo, Kabupaten Pamekasan yang diperintah oleh Raden Ario Menak Sanoyo atau juga dijuluki Pangeran Prabu Menak Sanoyo.
Ada versi yang menceritakan kalau Raden Ario Menak Sanoyo ini anak dari Ario Damar yang menjadi bupati Palembang, sementara  Ario Damar sendiri disebut-sebut putrab dari Prabu Brawijaya V yang merupakan raja terakhir Majapahit. Disuatu malam Raden Ario Menak Sanoyo bermimpi didatangi Kakeknya yang berkata begini : “Nak, pergilah ke timur dan bila kau mendarat di sebuat pulau bernama Madura, carilah desa bernama Proppo. Desa itu yang akan jadi tempat kekuasaanmu.” Dia terbangun dan berhari-hari memikirkan mimpi tersebut.
Akhirnya dia mengambil keputusan untuk menuruti wangsit yang didapatnya dari mimpi tersebut. Setelah memohon restu kepada Raden Ario Damar, Raden Ario Menak Sanoyo keluar dari keraton sendirian. Dia menuju pantai dan naik perahu yang telah disiapkan sebelumnya. Ada versi lain yang mengatakan kalau dia naik penyu putih. Sesampainya di Pulau Madura, Raden Ario Menak Sanoyo melanjutkan perjalanannya ke desa yang disebut-sebut dalam mimpinya, yakni desa Proppo.
Setelah dia menetap di Proppo, masyarakat sekitar ternyata sangat senang dan hormat taat kepada Raden Ario Menak Sanoyo, dan oleh karenanya dia diangkat jadi kepala desa yang akhirnya menjadi raja di kerajaan Jambringen. Di Kerajaan Jambringen itulah, dia mengubah kesenian wayang kulit (bajang kole’ dalam bahasa Madura) menjadi topeng dalang Madura. Karena menurutnya perlu banyak orang yang terlibat dalam pertunjukan ini, daripada sekedar wayang kulit yang hanya dimainkan seorang dalang.
Mulanya, topeng dalang ini hanya dimainkan oleh kerabat keraton karena tujuannya untuk menghormati para tamu agung yang datang ke keraton Jambringen. Namun lambat laun, kesenian ini keluar dari pintu keraton dan menyebar hingga segala penjuru Pulau Madura. Lakon cerita dalam topeng dalang Madura ini intinya sama dengan wayang kulit, yakni lakon Mahabharata dan Ramayana. Di jaman dulu, hanya laki-laki yang boleh berpentas karena perempuan tidak diperkenankan menjadi lakon dalam pertunjukan ini. Namun seiring dengan jaman dan kebutuhan masyarakat, maka akhirnya perempuan pun tampil dalam kesenian ini.
Topeng Dalang Madura mempunyai kesamaan dengan Topeng Malangan, karena pada dulunya kedua wilayah ini sama-sama menjadi bagian dari Kerajaan Singasari hingga Majapahit


Referensi Artikel Wayang Topeng Malangan
http://sastra.um.ac.id/wp-content/uploads/2009/10/Struktur-Simbol-dan-Makna-Wayang-Topeng-Malang-Robby-Hidajat.pdf
http://id.wikipedia.org/wiki/Wayang_Topeng
http://malangan.com/sejarah-topeng-malangan/
WAYANG TOPENG MALANG JAWA TIMURSENI BUDAYA INDONESIA
id.wikipedia.org/wiki/Wayang_Topeng

referensi wayang topeng dalang Madura;

Materi Pengajaran Bahasa Madura III
Penerbit “Bina Pustaka Tama” Surabaya
Cetakan Pertama 1991



Tidak ada komentar:

Posting Komentar