WAYANG
TOPENG MALANG dan
MADURA
Wayang
Topeng adalah wayang yang dimainkan oleh orang dengan menggunakan
topeng yang menutupi wajah.Wayang Topeng ini dimainkan dengan
iringan gamelan dan tari-tarian.Wayang
Topeng ini selain ditampilkan dalam pagelaran budaya, biasanya juga digunakan dalam pesta perkawinan untuk menghibur para tamu
undangan sekitar 20 sampai 30 menit dalam pementasannya.
Wayang
Topeng dalam budaya jawa
mempunyai perkembangan yang beragam, baik sebagai pertunjukan ritual ataupun sebagai seni pertunjukan. Semula topeng adalah benda yang wujudnya sebagai peniruan wajah leluhur, yaitu orang yang telah meninggal dunia, seperti kepala keluarga,marga,
kepala suku, atau pangeran-pangeran dari kerajaan
masa lalu. Keterkaitan topeng dengan roh leluhur. Pada dahulu kala ada tradisi
yang membawa topeng-topeng milik penari tertentu ke makam khusus (Pundhen)
untuk mendapatkan magis, aktivitas itu bagi masyarakat setempat disebut
‘stren’.
WAYANG
TOPENG MALANG
Malang
adalah salah satu Kota di Jawa Timur yang memiliki beragam kesenian,
salah satu Kesenian Tradisional Malang yang cukup populer adalah Wayang Topeng, sesuai namanya Wayang
ini dimainkan oleh orang yang wajahnya ditutupi oleh topeng dengan diiringi
oleh alunan Gamelan dan Tari-tarian. Kesenian Wayang Topeng Malangan ini
menjadi salah satu dari 8 Kesenian Jawa Timur yang ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Nasional oleh
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Penyajian
Wayang Topeng Malang biasanya
membawakan lakon-lakon Panji (Siklus Panji/Roman Panji) yakni Malat, Wasing,
Wangbang-Wideha dan Kisah Angraeni (Zoetmulder [1974] terjemahan Dick Hartoko,
1983:532-539). mula-mula tata urutan penyajian diawali dengan Gending Giro
dengan terlebih dahulu menabuh gending eleng-eleng, Krangean, Loro-loro,
Gending Gondel dan terakhir adalah Gending Sapu Jagad, selanjutnya adalah
Pembukaan yang menampilkan Tari Beskalan Lanang (Topeng Bangtih), kemudian
secara berturut-turut dilanjut dengan Jejer Jawa (Kediri), Perang Gagal
(Selingan Tari Bapang), Adengan Gunungsari-Patrajaya, Adegan Jejer Sabrang
(Klana Sewandana) dan Adegan Perang Brubuh dan Bubaran (Supriyanto &
Adipramono, 1997:4).
Dalam
Sejarahnya, Wayang Topeng Malangan
bisa dikatakan sebagai Tradisi Budaya dan Religiusitas Masyarakat
Jawa yang diketahui telah ada sejak sekitar abad ke-8 M atau jaman Kerajaan
Kanjuruhan dalam pimpinan Raja Gajayana, yang mana Topeng merupakan bagian dari
acara persembahyangan dan terbuat dari batu, kemudian Topeng dikontruksi
menjadi seni tari pada masa Raja Erlangga, dalam
buku Henri supriyanto pada awalnya Tari Wayang Topeng ini dihadirkan dengan
pola pikir india mengingat perkembangan sastra pada waktu itu di dominasi oleh
sastra india, juga dikarenakan nenek moyang masyarakat jawa pada masa itu masih
menganut Agama Hindu Jawa, wayang topeng juga mengambil cerita-cerita dari
India, seperti kisah-kisah Mahabarata dan Ramayana. Wayang Topeng ini dipakai
media komunikasi antara kawulo dan gusti, antara raja dan rakyatnya.
Perubahan
Cerita-cerita dalam Wayang Topeng
Malang bermula di jaman Kertanegara di Singasari, pada waktu itu cerita
yang diambil dialihkan ke Cerita-cerita Panji yakni mengisahkan kepahlawanan
dan kebesaran kesatria-kesatria Jawa, terutama masa Jenggala dan Kediri.
beralihnya Cerita di dalam Wayang Topeng ini adalah sebagai bentuk identitas
kebesaran raja-raja yang pernah berkuasa di tanah jawa, adapun rekontruksi
Cerita Panji oleh Singosari adalah suatu kebutuhan untuk membangun legitimasi
kekuasaan Singasari yang mulai berkembang.
Wayang Topeng Malangan
berkembang pesat hingga Masa Kerajaan Majapahit sampai Ketika Agama Islam masuk
ke Pulau Jawa, dimana pembawaannya kembali berubah dan lebih difokuskan sebagai
media dakwah dengan menampilkan cerita-cerita islam. Sunan Kalijaga pada masa
Kerajaan Demak telah menciptakan topeng yang mirip dengan wayang Purwa ada
tahun 1586 (Sumintarsih dkk, 2012: 27). Topeng oleh Raden Wijaya digunakan
sebagai media rekonsiliasi antara Kediri, Singosari, dan Majapahit dalam
merebut kekuasaan.
Pasang
surut pun mengiringi perjalanan Kesenian Wayang ini, hingga pada akhir
abad XVIII tercatat adanya Wayang Topeng yang dipertunjukkan di Pendapa
Kabupaten Malang, yaitu waktu pemerintahan Bupati Malang A.A. Surya Adiningrat
atau Raden Bagoes Muhamad Sarib yang memerintah tahun 1898-1934 (Pigeaud,
1938,Supriyanto & Adi Pramono, 1997, Onghokham,1972). Pigeaud pada kisaran
tahun 1930 telah mencatat beberapa perkumpulan Wayang Topeng yang ada di Jawa,
salah satunya adalah Wayang Topeng di daerah Malang selatan yakni di Desa
Senggreng, Jenggala, Wijiamba dan Turen.
Sedikitnya
jumlah Seniman Pengukir Topeng waktu itu menjadikan kontak antar
perkumpulan tetap terjalin karena tidak semua perkumpulan wayang topeng
mempunyai pengukir topeng. beberapa nama pengukir wayang yang dikenal waktu itu
adalah Yai Nata (Dusun Slelir), Mbah Reni (Malang Utara) dan Mbah Wiji
(Malang Selatan). Pada tahun 1950-an muncul pengukir topeng bernama Kangseng
dari Dusun Jabung. Sementara Karimoen dari Dusun Kedungmonggo mulai
dikenal masyarakat luas sebagai pengukir topeng sejak tahun 1970-an
(Murgiyanto,Sal. 1982/1983)
Kesenian
wayang topeng Malangan menyebar
ke daerah Malang Utara meliputi Polowijen, Jatimulyo, Kalisurak. Malang Timur
meliputi Jabung, Precet, Pucungmangsa, Wangkal, Glagahdewa, Gubugklakah,
Jambesari, Cada. Malang Selatan meliputi Pojok, Gedog, Undaan, Pagelaran,
Kedungmonggo, Jenggala, Senggreng, Jatiguwi, Jambuer, Kopral, Pujiombo
Topeng Dalang Madura
Menurut
kisah para seniman topeng dalang Madura, baik dari Bangkalan, Sampang dan
Pamekasan, kesenian topeng dalang ini berasal dari Keraton Jambringan
(Jambringen) yang berada di kecamatan Proppo, Kabupaten Pamekasan yang
diperintah oleh Raden Ario Menak Sanoyo atau juga dijuluki Pangeran Prabu Menak
Sanoyo.
Ada
versi yang menceritakan kalau Raden Ario Menak Sanoyo ini anak dari Ario Damar
yang menjadi bupati Palembang, sementara Ario Damar sendiri disebut-sebut
putrab dari Prabu Brawijaya V yang merupakan raja terakhir Majapahit. Disuatu
malam Raden Ario Menak Sanoyo bermimpi didatangi Kakeknya yang berkata begini :
“Nak, pergilah ke timur dan bila kau mendarat di sebuat pulau bernama Madura,
carilah desa bernama Proppo. Desa itu yang akan jadi tempat kekuasaanmu.” Dia
terbangun dan berhari-hari memikirkan mimpi tersebut.
Akhirnya
dia mengambil keputusan untuk menuruti wangsit yang didapatnya dari mimpi
tersebut. Setelah memohon restu kepada Raden Ario Damar, Raden Ario Menak
Sanoyo keluar dari keraton sendirian. Dia menuju pantai dan naik perahu yang
telah disiapkan sebelumnya. Ada versi lain yang mengatakan kalau dia naik penyu
putih. Sesampainya di Pulau Madura, Raden Ario Menak Sanoyo melanjutkan
perjalanannya ke desa yang disebut-sebut dalam mimpinya, yakni desa Proppo.
Setelah
dia menetap di Proppo, masyarakat sekitar ternyata sangat senang dan hormat
taat kepada Raden Ario Menak Sanoyo, dan oleh karenanya dia diangkat jadi
kepala desa yang akhirnya menjadi raja di kerajaan Jambringen. Di Kerajaan
Jambringen itulah, dia mengubah kesenian wayang kulit (bajang kole’ dalam
bahasa Madura) menjadi topeng dalang Madura. Karena menurutnya perlu banyak
orang yang terlibat dalam pertunjukan ini, daripada sekedar wayang kulit yang
hanya dimainkan seorang dalang.
Mulanya,
topeng dalang ini hanya dimainkan oleh kerabat keraton karena tujuannya untuk
menghormati para tamu agung yang datang ke keraton Jambringen. Namun lambat
laun, kesenian ini keluar dari pintu keraton dan menyebar hingga segala penjuru
Pulau Madura. Lakon cerita dalam topeng dalang Madura ini intinya sama dengan
wayang kulit, yakni lakon Mahabharata dan Ramayana. Di jaman dulu, hanya
laki-laki yang boleh berpentas karena perempuan tidak diperkenankan menjadi
lakon dalam pertunjukan ini. Namun seiring dengan jaman dan kebutuhan
masyarakat, maka akhirnya perempuan pun tampil dalam kesenian ini.
Topeng
Dalang Madura mempunyai kesamaan dengan Topeng Malangan, karena pada dulunya
kedua wilayah ini sama-sama menjadi bagian dari Kerajaan Singasari hingga
Majapahit
Referensi Artikel Wayang Topeng
Malangan
http://sastra.um.ac.id/wp-content/uploads/2009/10/Struktur-Simbol-dan-Makna-Wayang-Topeng-Malang-Robby-Hidajat.pdf
http://id.wikipedia.org/wiki/Wayang_Topeng
http://malangan.com/sejarah-topeng-malangan/
WAYANG TOPENG MALANG JAWA TIMURSENI
BUDAYA INDONESIA
id.wikipedia.org/wiki/Wayang_Topeng
referensi wayang topeng dalang
Madura;
Materi Pengajaran Bahasa Madura III
Penerbit “Bina Pustaka Tama” Surabaya
Cetakan Pertama 1991
Tidak ada komentar:
Posting Komentar