METODE PEMBELAJARAN SENI
( EKSPRESI BEBAS )
Metode Ekspresi Bebas
Dalam jenjang pendidikan dasar,
metode ini kadang-kadang disalahartikan menjadi “menggambar bebas”, atau
“menggambar sesuka hati”. Guru ada kalanya hanya mengintruksikan kepada
anak-anak untuk melakukan aktivitas tanpa arahan dan tuntunan. Akibat yang
terjadi adalah unsur ekspresi yang menjadi tuntutan dari metode ini terabaikan
karena anak sering menyimpang dari tuntutan menggambar ekspresi. Jika kondisi
di atas dibiarkan begitu saja maka dampak yang terjadi anak menjadi jenuh dan
segan untuk mengikuti mata pelajaran pendidikan seni rupa. Corak gambar anak
menjadi stereotype (bentuknya “begitu-begitu” saja, tak ada
perkembangan). Objek gambar juga tidak banyak bervariasi, pada umumnya berkutat
pada “sawah-gunung-matahari”. Metode ekspresi bebas pada dasarnya adalah suatu
cara untuk membelajarkan siswa agar dapat mencurahkan isi hatinya dalam bentuk
karya seni rupa. Agar metode ekspresi bebas dapat tercapai secara maksimal, maka
perlu dilakukan:
a. Tawarkan
dan tetapkan beberapa pilihan tema sebagai perangsang daya cipta.
b. Tetapkan
beberapa pilihan media/bahan yang cocok, misalnya cat air, oil pastel, tinta
bak, cat plakat dan sebagainya.
c. Jelaskan
jenis kertas serta alasan pemilihan kertas tersebut.
d. Jelaskan bentuk kegiatan
menggambar tersebut, apakah bentuk sketsa atau berbentuk lukisan
Metode Ekspresi Bebas identik
dengan metode Ekspresi-Kreatif (Jefferson, 1980) atau Metode Kerja Cipta
(Tambrin, 1991: 46). Jenis metode ini merupakan bentuk lain dari metode
menggambar bebas yang disarankan oleh A.J Suharjo. Metode ini merupakan
pengembangan dari pendapat Victor Lowenfield yang menganjurkan agar setiap guru
yang bermaksud mengembangkan kreasi siswanya untuk bebas berekspresi (free
expression). Dengan cara ini guru menjauhkan diri dari campur tangannya
terhadap aktivitas yang dilakukan siswanya.
Atas dasar
tesebut metode ini sering dinamakan Metode Ekspresi-Kreatif. Proses pelaksanaan
metode ini berjalan secara informal dalam dunia persekolahan. Kehadiran guru
memiliki peranan sangat kecil bahkan hampir-hampir tidak diperlukan. Kondisi
ini sangat berarti bagi siswa yang memiliki motivasi tinggi untuk belajar,
namun bagi siswa yang memiliki motivasi rendah, kondisi ini dapat
disalahgunakan untuk bermain-main. Kini mulai banyak dilakukan di
sanggar-sanggar melukis. Di sisi lain perlu disadari hakekat pendidikan yaitu
“mengubah, membiasakan dan mengarahkan” prilaku anak ke arah yang positif.
Untuk itu tentunya dalam sistem pendidikan memerlukan sejumlah piranti yang
mengatur kegiatan tersebut. Guru harus senantiasa menegakkan kebebasan yang
bertanggung jawab. Metode kerja cipta cipta dapat diterapkan dalam kegiatan
menggambar dekorasi, mendisain benda-benda kerajinan, menggambar reklame dan
sebagainya. Dalam pelaksanaannya sebaiknya siswa ditunjang doleh
keterampilan-keterampilan dasar dan menengah, karena keterampilan mencipta
merupakan tingkat keterampilan mencipta merupakan tingkat keterampilan lanjut
yang matang (complex adaptive skill). Langkah-langkah kegiatan metode
kerja cipta sebagai berikut:
a. Guru
memberikan pengarahan yang berfokus pada kedudukan konsep dalam proses
kelahiran suatu karya.
b. Siswa
mencoba menuangkan suatu konsep pada disain gambar dekorasi, reklame atau
barang-barang kerajinan yang akan dibuat.
c. Selam
proses percobaan berjalan, guru menganjurkan agar sumbang saran antarsiswa
terjadi.
d. Guru memberi sumbang saran,
petunjuk dan pengarahan mengenai konsep yang dikemukakannya serta memberi petunjuk
dan jalan bagi para siswa yang mengalami hambatan.
e. Selam proses kerja mencipta
berlangsung, keterampilan-keteramoilan dasar dan menengah sudah harus
betul-betul dikuasai sehingga proses kerja mencipta tidak terdapat hambatan.
SUMBER :
file.upi.edu/.../Metode_pembelajaran_ Seni_Rupa.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar